Jargon “La Ghaliba Illa Billah” menjadi semangat bagi pendekar-pendekar Pagar Nusa. Semboyan ini melandasi bahwa santri percaya bahwa semua kekuatan berasal dari Allah yang Maha Perkasa. Pagar Nusa lahir atas inisiasi pendekar-pendekar Nahdlatul Ulama yang memiliki banyak perguruan, padepokan, tempat latihan silat dan berbagai bentuk tempat menempa silat. 3 Januari 1986 menjadi hari lahir Pagar Nusa sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama yang menjembatani semua unsur persilatan di bawah naungan Nahdlatul Ulama.
Secara bersama-sama, santri putra dan putri berkumpul menjadi satu, terdapat santri/siswa dalam tingkatan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas Al-Uswah. Kegiatan ini menjadi bekal santri ketika lulus dari sekolah atau dari pesantren. Santri belajar dari hal yang paling mendasar dari pelatih tentang persilatan. Sedangkan pelatih didatangkan oleh pengasuh dari PSNU Cabang Kota Semarang, yang telah mendapatkan sabuk hijau badge hitam, sebagai pelatih utama sahabat Prabowo dan asisten pelatih sahabat Kapidin dengan sabuk hijau badge biru.
Ekstra untuk santri ini dimulai sejak pesantren berdiri (2000). Pada waktu itu, santri hanya berjumlah 25 orang hingga sekarang berjumlah 250 orang. Pada 2006, sempat mengalami kekosongon diganti dengan ekstra santri yang lain. Kemudian, 2012 aktif kembali hingga sekarang. Tentu hal ini dirasakan pengurus pentingnya PN untuk menjadi ekstra bagi santri. Setiap tahun santri juga aktif mengikuti perlombaan seperti ajang Kejurda Pagar Nusa mendapatkan juara III (2014), Popda walikota cup, Pekan Olahraga dan Seni antar Pondok Pesantren (Pospeda), Silat Nasional Open Championship (SPOC) Kota Semarang juara I (2019), dan lain-lain.
Tanah yang paling lapang berada di lapangan pondok pesantren. Tempat ini paling favorit bagi santri untuk bermain dan berkegiatan. Selain itu menjadi ruang terbuka untuk berlatih silat. Sahabat Bowo pun bisa lebih leluasa untuk melatih santri-santri mendalami ilmu beladiri yang dimiliki Nahdlatul Ulama ini.
Sabtu malam Ahad dipilh menjadi hari latihan silat bagi santri. Karena Ahad menjadi hari libur bagi sekolah. Ba’da Isya’ dimulai dengan jama’ah Isya; terlebih dulu dilanjutkan dengan pembacaan maulid al-Dibai’ baru setelah itu, latihan digelar di lapangan depan masjid. Di halaman masjid sekaligus lapangan ini, terdapat penerangan yang cukup untuk melihat kondisi santri dalam berlatih. Walaupun hingga larut malam, tak menyurutkan semangat santri untuk terus berlatih.
Pagar Nusa dipilih sebagai kegiatan ekstra santri karena bagian dari Nahdlatul Ulama yang berasaskan sikap moderat, adil, toleran, seimbang, amar ma’ruf dan nahi munkar serta mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ilmu silat bukan untuk sombong-sombongan akan tetapi untuk mempertahankan diri sebagai self defense. Karena menjaga diri merupakan hal penting dari agama Maqasid al-Syariah (5 kaidah penting yang harus dijaga dalam agama). Selain itu pendekar juga selalu menyandarkan diri kepada Allah.
Pendekar tak hanya menjadikan diri sebagai pertahanan diri belaka. Namun, diri ini hanya sebagai khalifah yang harus mampu meramaikan bumi dan menjadikan bumi sebagai ladang mencari amal saleh. Terdapat beberapa tingkatan Pagar Nusa dimulai dengan sabuk hijau, kuning, merah, biru hingga hitam. Ini hanya untuk membedakan tingkatan santri untuk mengikuti latihan. [*]
*Mengajar di Pondok Pesantren Al-Uswah Gunungpati Semarang.